Sabtu, 13 Maret 2010

ISTRI AYUB

Istri Ayub tidak disebutkan namanya di Alkitab, tetapi hampir semua orang ketika mendengar tentang istri Ayub selalu memiliki pandangan negatif. Tentu saja hal ini jelas-jelas dikarenakan ucapan istri Ayub yang hanya satu-satunya di Alkitab:
Ayub 2:9 Maka berkatalah isterinya kepadanya: "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!"
Hanya dengan satu kalimat saja (atau boleh juga dihitung 2 kalimat), maka penghakiman terhadap istri Ayub jauh tertanam dalam hati banyak orang Kristen. Pada tulisan ini saya mencoba untuk membela istri Ayub dan mengajukan pertanyaan : Sanggupkah kita bersikap seperti istri Ayub?
Pelajaran Alkitab yang dapat diambil dari kisah mengenai istri Ayub.
Kekuatan istri Ayub perlu diteladani :

1.Kemampuan istri Ayub dalam mengurus keluarga dan kekayaan Ayub yang besar.
Mengurus keluarga besar tidak mudah (10 anak), tetapi mengurus kekayaan yang sangat besar jauh lebih sukar (7000 kambing domba, 3000 unta, 500 pasang lembu, 500 keledai betina dan budak dalam jumlah yang sangat besar). Kepengurusan Ayub dan istrinya menghasilkan: ‘ … yang dimilikinya makin bertambah di negri itu’ (1:23). Memperoleh karakter untuk mengurus kekayaan sebesar itu adalah tidak mudah, tetapi istri Ayub memiliki kualitas tersebut untuk mendukung suaminya.

Pertanyaan Refleksi:
Apakah kehidupan kita (para istri) dalam keluarga dapat membantu suami dalam mengurus harta rumah tangga atau malahan memboroskan harta sehingga uang yang diperoleh habis begitu saja hanya untuk memuaskan keinginan kita (punya sifat ‘matre’)?

2.Istri Ayub adalah orang yang takut akan Tuhan. Hal ini dapat terlihat dari:
a.Ayub sebagai suami yang takut akan Tuhan. Dengan kerohanian Ayub, sikap Ayub sebagai imam keluarga dan diberkatinya Ayub berlimpah-limpah oleh Allah, maka istrinya juga pasti mengenal Allah Ayub dan berjalan dalam takut akan Allah bersama suaminya.
b.Amsal 31:10-31 (puji-pujian untuk istri yang cakap), dalam ayat 23: Suaminya dikenal di pintu gerbang, kalau ia duduk bersama-sama para tua-tua negeri. Hal ini terjadi dalam kehidupan Ayub seperti yang dikatakannya sendiri dalam 29:7-8.
7 Apabila aku keluar ke pintu gerbang kota, dan menyediakan tempat dudukku di tengah-tengah lapangan, 8 maka ketika aku kelihatan, mundurlah orang-orang muda dan bangkitlah orang-orang yang sudah lanjut umurnya, lalu tinggal berdiri;
Mengapa Ayub dihormati di pintu gerbang kota? Karena Ayub adalah suaminya, yaitu suami dari istri yang takut akan Tuhan. Inilah yang terjadi jika seorang istri takut akan Tuhan menurut Amsal 31, Tuhan akan mengangkat suaminya.
c.Dalam dua kali pencobaan terhadap Ayub, pada pencobaan pertama istri Ayub tidak berkata-kata menentang Allah, padahal perhatikan hartanya yang hancur dan ludes juga kematian semua anak-anaknya. Sanggupkah kita dalam kondisi seperti itu tidak menentang Allah? Tetapi istri Ayub sanggup. Dia tidak berkata sesuatupun dan tetap mendukung suaminya dalam kesengsaraan. Setelah pencobaan yang kedua kalinya baru istri Ayub menentang Allah. Artinya masih ada rasa takut akan Tuhan dalam hatinya ketika pencobaan pertama, tetapi ketika pencobaan yang lebih dahsyat terjadi, baru dia tidak tahan lagi dan berani menentang Allah. Apakah anda yakin dalam penderitaan yang pertama hati anda masih tetap terpaut pada Tuhan seperti istri Ayub? Penderitaan yang kedualah baru istri Ayub berkata-kata. Bagi saya ini merupakan hal yang wajar di tengah penderitaan yang sedahsyat yang dialami keluarga Ayub. Sanggupkah anda bertahan? Hubungan Ayub yang luar biasa dengan Allah-lah yang membuat dia tetap bertahan, sayang hubungan istrinya dengan Allah tidak seluarbiasa Ayub, meskipun demikian, saya tetap mengacungkan jempol terhadap istri Ayub. Perkataan negatifnya adalah ‘wajar’ dalam penderitaan sedahsyat yang dialami Ayub! Tetapi ke’wajar’an ini tidak membuat istri Ayub jauh atau minggat dari Ayub maupun Tuhan.

3.Istri yang setia kepada suaminya.
Pada saat penderitaan terjadi, istrinya memang mengutuki Allah dan suaminya diinginkannya supaya mati saja dari pada menganggung penderitaan yang hebat, tetapi istrinya tidak pernah meninggalkan Ayub (ia menjauhi Ayub tetapi tidak meninggalkannya) dan tetap kembali menjadi istri Ayub dan mau memulai lagi usaha mereka dari nol bersama Ayub (setelah penderitaan) hingga memperoleh 2 kali lipat dari yang diperolehnya semula. Perhatikan pertimbangan-pertimbangan berikut ini :
•Dalam Alkitab, sebelum penderitaan istri Ayub hanya ada satu saja
•Alkitab tidak menyebutkan bahwa Ayub mengambil istri lagi setelah penderitaannya
•Pendirian Ayub yang tegas mengenai seorang istri dalam 31:1,9-12
31:1 "Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara?
31:9 Jikalau hatiku tertarik kepada perempuan, dan aku menghadang di pintu sesamaku,
31:10 maka biarlah isteriku menggiling bagi orang lain, dan biarlah orang-orang lain meniduri dia.
31:11 Karena hal itu adalah perbuatan mesum, bahkan kejahatan, yang patut dihukum oleh hakim.
31:12 Sesungguhnya, itulah api yang memakan habis, dan menghanguskan seluruh hasilku.
•Istri Ayub tidak pernah disebutkan meninggalkan Ayub, bahkan dalam penderitaan Ayub, bahkan Ayub 19:17 memberi petunjuk bahwa istri Ayub masih ada bersama Ayub ketika dia menderita.
19:17 Nafasku menimbulkan rasa jijik kepada isteriku, dan bauku memualkan saudara-saudara sekandungku.
Pertanyaan Refleksi:
Dapatkah kita (para istri) tetap setia kepada suami, baik sewaktu ‘masa jaya’nya ataupun pada masa susahnya? Dapatkah kita mau memulai lagi semuanya dari nol bersama suami jika terjadi hal-hal yang diluar dugaan (ekstrimnya seperti kasus Ayub)?

Kelemahan istri Ayub yang perlu ditolak :

4.Tidak mengembangkan sikap Takut akan Tuhan
Istri Ayub takut akan Tuhan, tetapi ia tidak mengembangkan hubungannya dengan Tuhan sampai setara seperti hubungan Ayub dengan Tuhan, sehingga ketika pencobaan datang, terlihatlah perbedaan kedewasaan rohani antara Ayub dan istrinya, bahkan istri Ayub karena begitu menderitanya, dia berani untuk berkata-kata melawan Tuhan. Dengan kata lain, dasar yang dibangun oleh kedua suami istri ini di dalam Tuhan tidak dalam tingkatan yang sama.

Pertanyaan Refleksi:
Bagaimana dengan kondisi rohani dalam keluarga kita (antara suami dan istri) ? Apakah ada kesamaan kedewasaan rohani atau malahan berbeda jauh? Apa yang harus kita lakukan agar pengenalan suami dan istri akan Allah dapat menjadi sama sehingga terjadi saling menopang yang baik antara suami dan istri?

5.Lebih mengasihi suaminya daripada mengasihi Tuhan.
Hal ini terlihat dari ucapannya: ‘Kutukilah Allahmu dan matilah’. Dia meminta suaminya untuk mati saja karena penderitaan yang begitu hebat. Hal itu merupakan bukti nyata bahwa dia sangat mengasihi suaminya, tetapi perkataan untuk mengutuki Allah menyatakan bahwa kasihnya kepada suaminya lebih besar dari kasihnya kepada Allah. (sama seperti Adam yang menerima buah dari Hawa – kasih Adam kepada Hawa lebih besar dari kasih Adam kepada Allah)

Pertanyaan Refleksi
Alkitab berkata bahwa seorang istri harus mengasihi suaminya (begitu juga suami kepada istrinya), tetapi kasih kepada Allah harus jauh lebih besar dari semuanya itu, dapatkah kita lebih taat kepada Allah daripada manusia?

6.Tidak punya karakter untuk tetap sepenuh hati mendukung suaminya dalam penderitaan/kesusahan
Ini jelas terlihat dari ucapannya dalam 2:9 dan kejijikannya akan nafas suaminya dalam 19:17. Seperti dalam janji pernikahan: ‘Akan mendukung satu sama lain baik dalam susah maupun senang’, bukanlah suatu hal yang mudah untuk diwujudkan, dan ternyata istri Ayub kurang dalam hal ini. Dan juga kita melihat bahwa keinginan iblis supaya Ayub mengutuki Allah (1:11 & 2:5) dinyatakan oleh istri Ayub, berarti istri Ayub dapat menjadi saluran iblis untuk menyatakan kehendaknya, hal ini sama seperti kasus Petrus dan Yesus dalam Mat 16:21-23

Pertanyaan Refleksi:
Dalam keadaan keluarga yang susah, dapatkah kita (para istri) tetap menopang suami dan bukannya malahan merongrong suami dan secara tidak sadar malahan dipakai iblis untuk menghacurkan keluarga kita sendiri? (Hal ini memerlukan komitmen untuk terus menerus mempunyai hubungan yang intim dengan Tuhan hari-demi hari)