Jumat, 05 Agustus 2011

Mengapa Menjaga Keperawanan itu penting ?


APAKAH kamu masih perawan?” Pertanyaan seperti itu bisa membuatmu kecut! Ya, di banyak tempat, anak muda yang masih perawan mungkin dianggap aneh. Tidak heran, begitu banyak anak muda berhubungan seks sejak remaja!Jika kamu seorang Kristen, kamu tahu bahwa Alkitab memerintahkanmu untuk ”menjauhkan diri dari percabulan”. (1 Tesalonika 4:3) Namun, kamu mungkin merasa sulit mengendalikan gejolak seksualmu. ”Kadang, pikiran tentang seks tahu-tahu muncul tanpa sebab atau alasan yang jelas,” demikian pengakuan seorang pemuda bernama Paul. Yakinlah, perasaan seperti itu normal.
Namun, menjadi korban ejekan dan pelecehan yang tak henti-hentinya karena masih perawan sama sekali tidak menyenangkan! Misalnya, bagaimana jika teman-temanmu mengatakan bahwa kamu bukan pria atau wanita sejati kalau belum pernah berhubungan seks? ”Teman-teman menceritakan seolah-olah seks itu asyik dan wajar,” kata Ellen. (nama samaran).”Kalau belum pernah tidur dengan siapa-siapa, kita dianggap aneh.”
Tetapi, ada sisi seks pranikah yang mungkin tidak diceritakan teman-temanmu. Misalnya, Maria, yang berhubungan seks dengan pacarnya, mengingat, ”Sesudahnya, aku merasa malu dan hina. Aku benci diriku sendiri dan aku benci pacarku.” Pengalaman seperti itu lebih umum daripada yang disadari kebanyakan anak muda. Kenyataannya, seks pranikah sering kali adalah pengalaman yang menyakitkan secara emosi—dengan akibat-akibat yang buruk!
Akan tetapi, seorang remaja bernama Sinta bertanya, ”Mengapa Allah memberi kaum muda hasrat seksual, padahal Dia tahu bahwa mereka baru boleh menyalurkannya setelah menikah?” Itu pertanyaan yang bagus. Tetapi, pikirkan hal berikut ini:
Apakah dorongan seksual satu-satunya perasaan kuat yang kamu miliki? Sama sekali tidak. Allah menciptakan kamu dengan kesanggupan untuk merasakan berbagai keinginan dan emosi.
Apakah kamu harus menyalurkan setiap gejolak yang timbul dalam dirimu? Tidak, karena Allah juga memberimu kesanggupan untuk mengendalikan tindakanmu.
Kalau begitu, apa pelajarannya? Kamu mungkin tidak bisa mencegah munculnya suatu hasrat, tetapi kamu bisa mengendalikan reaksimu. Ya, melampiaskan setiap dorongan seksual itu sama salah dan bodohnya dengan memukul seseorang setiap kali kamu marah.
Faktanya, Allah tidak pernah bermaksud agar kita menyalahgunakan kemampuan kita untuk memiliki keturunan. Sebagaimana ada ”waktu untuk mengasihi dan waktu untuk membenci”, ada waktu untuk menyalurkan dorongan seksual dan ada waktu untuk menahan diri. (Pengkhotbah 3:1-8) Yang terpenting, kamu-lah yang memegang kendali atas hasrat-hasratmu!
Namun, apa yang bisa kamu lakukan jika seseorang mengejekmu, mengatakan dengan nada tidak percaya, ”Apa benar kamu masih perawan?” Jangan terintimidasi. Kalau orang itu hanya mau menjatuhkan kamu, kamu bisa mengatakan, ”Ya, betul, dan tahu tidak? Aku senang aku masih perawan!” Atau, kamu bisa bilang, ”Itu soal pribadi, aku tidak membicarakannya dengan orang lain.” (Amsal 26:4; Kolose 4:6) Di pihak lain, kamu mungkin merasa bahwa orang yang bertanya itu perlu mendapat lebih banyak informasi. Kalau begitu, kamu mungkin ingin menjelaskan pendirianmu yang berdasarkan Alkitab.
Bagaimana perasaan Allah ketika seseorang memutuskan untuk berhubungan seks sebelum menikah? Nah, bayangkan jika kamu membeli hadiah untuk seorang teman. Tetapi, sebelum kamu bisa memberikannya kepada temanmu itu, dia—hanya karena ingin tahu—membukanya! Tidakkah kamu akan kesal? Sekarang, bayangkan bagaimana perasaan Allah jika kamu melakukan seks pranikah. Ia ingin agar kamu menunggu sampai menikah baru menikmati hadiah berupa hubungan seks.—Kejadian 1:28.
Apa yang harus kamu lakukan dengan dorongan seksualmu? Singkatnya, belajarlah mengendalikannya. Kamu punya kekuatan untuk mengendalikannya! Berdoalah memohon bantuan Allah. Roh Kudus-Nya dapat menambah kesanggupanmu untuk mengendalikan diri. (Galatia 5:22, 23) Ingatlah, Allah ”tidak akan menahan sesuatu yang baik dari orang-orang yang berjalan tanpa cela”. (Mazmur 84:12) Remaja bernama Gordon berkata, ”Setiap kali terlintas dalam benakku bahwa seks pranikah sebenarnya tidak apa-apa, aku memikirkan akibat rohaninya yang buruk dan menyadari bahwa tidak ada dosa yang senilai dengan hilangnya hubunganku dengan Allah.”
Faktanya, keperawanan itu tidak aneh atau abnormal. Justru seks yang amoral-lah yang merendahkan martabat, memalukan, dan menyakitkan. Jadi, jangan biarkan propaganda dunia ini memperdaya kamu untuk berpikir bahwa ada yang salah dengan dirimu jika kamu berpegang pada standar Alkitab. Dengan mempertahankan keperawananmu, kamu menjaga kesehatanmu, kesejahteraan emosimu, dan—yang terpenting—hubunganmu dengan Allah.